BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Uraian
Umum Kedelai
1.
Klasifikasi Tumbuhan :
Kerajaan :
Plantae
Divisio :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Fabales
Family : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr. (Adisarwanto, T.2005)
2.
Nama Daerah
Kedelai
dikenal dengan berbagai nama : sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedelai
(Madura), kacang ramang, kacang bulu, kacang gambol, retak mejong (Lampung),
kaceng bulu dan kacang jepun (Sunda), lebui bawak, lawui (Bima), sarupapa tiak,
dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (Aceh), kadale (Makassar) dan gadelei.
Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia.
Hampir semua lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai,
(Adisarwanto, T.2005).
4
|
3. Morfologi
Kacang Kedelai
a.
Perakaran
Tanaman kedelai mempunyai akar
tunggal yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal)
tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan
berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsure hara dan air. Pertumbuhan
ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain
berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun
unsure hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya
bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat
nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang
bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung
bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekiter 15 – 20 hari setelah tanam.
Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk
gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi
menjadi nitrat (NO3).
b.
Batang
Kedelai berbatang dengan tinggi 30 –
100 cm. Batang dapat membentuk 3 – 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman
rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe
pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak
terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe
terbatas memiliki cirri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan
meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hamper sama besar dengan
batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe
tidak terbatas memiliki cirri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan
tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang
lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik
antara kedua tipe lainnya.
c. Daun
Pada buku (nodus) pertama tanaman
yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua
buku di atasnya terbentuknya daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun
tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak
panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau.
d. Bunga
Bunga kedelai termasuk bunga
sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan
terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang
alami sangat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau
putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi
penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
e. Buah
Buah kedelai berbentuk polong.
Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan
berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong
yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.
f. Biji
Biji kedelai berkeping dua,
terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak
di antara keeping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar
biji (hilum) adalah jaringan berkas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji
kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih
(Anonim, 2012).
g. Kandungan
Gizi Kedelai
Tabel 1. Kandungan kedelai (Winarsi, 2008)
Komponen
|
(gram/100
g)
|
Air
Protein
Lemak
Hidrat Arang
Kalsium
Fosfor
Besi
Kalori
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin E
|
7,5
34,9
18,1
34,8
227 mg
585 mg
8 mg
331 kal
110 SI
1,07 mg
17,8
mg
|
h. Manfaat
Kedelai
Protein yang terkandung dalam
kedelai kaya akan asam amino arginin dan glisin. Kedua asam amino ini merupakan
komponen penyusun hormon insulin dan glukogen yang disekresi oleh kelenjar
pankreas dalam tubuh kita dengan itu jaringan tubuh akan makin meningkat.
Dengan meningkatnya kadar hormon insulin ini, kadar glukosa darah akan
berkurang karena sebagian akan diubah menjadi energi. Inilah yang pada akhirnya
akan membuat gejala diabetes dapat tertekan. Selain sebagai penekan diabetes
kedelai juga dapat mengatasi hipertensi karena didalam susu kedelai terdapat
suatu zat bernama isoflavon yang mampu mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit diantaranya adalah hipertensi dan diabetes. Selain untuk mencegah dan
mengobati hipertensi dan diabetes kedelai juga untuk melancarkan metabolisme,
melancarkan pencernaan, merupakan nutrisi pelengkap, meningkatkan sistem
imunitas, memperkuat struktur matrixs tulang, mencegah obesitas, mencegah
penyakit ginjal, mengurangi gejala jantung koroner, mengurangi gejala stroke, mengurangi
gejala rematik dan asam urat, mengurangi gejala maag. Hal itu dapat terjadi
karena kandungan isoflavon dalam kedelai.
B.
Uraian
Umum Vitamin B1
Gambar 1. Struktur Thiamin HCl
Berat
molekul : 337,27
Rumus
kimia : C12H17ClN4OS.
HCl
Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah. Jika bentuk anhidrat
terpapar diudara dengan cepat menyerap air lebih kurang 4%. Melebur pada suhu
lebih kurang 248º disertai peruraian
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut
dalam etanol, tidak larut dalam eter dan dalam benzene.
(Anonim, 1995).
1.
Sejarah Penemuan vitamin B1(Sunita Almatsier,
2003)
Pada abad ke-19 ditemukan penyakit
beri-beri secara edemis di Jepang, Cina, dan Asia Tenggara. Takaki (1906)
menunjukkan bahwa prnyakit ini pada pelaut Jepang dapat dikurangi dengan
menggantikan sebagian nasi putih yang telah dimakan, dengan roti yang telah
terbuat dari gandum. Eykman (1897) di Batavia/Jakarta Indonesia mengamati bahwa
ayam yang makan sisa-sisa nasi putih dari penjara mengalami kelemahan berat.
Funk (1911) berhasil mengisolasi faktor antiberi-beri dari dedek beras dan
memakannya vitamin. Jansen dan donat (1926) di laboratorium Eykman berhasil
mengisolasi bentuk kristal Tiamin dan melakukan uji coba pada burung-burung.
Struktur kimia dan sintesis tiamin untuk pertama kali berhasil dilakukan oleh
Williams dan Cline pada tahun 1936 .
2.
Sifat Fisika dan Kimia Vitamin B1
Vitamin
B1 telah diisolir dalam bentuk murni sebagai tiamin hidrokhlorid. Zat tersebut
mengkristal sebagai lempeng-lempeng putih monoklinik dalam tanda yang menyerupai
roset. Tiamin mempunyai bau dan rasa khusus. Terurai pada 248oC. Sangat larut
dalam air, agak larut dalam gliserol, propilen glikol dan 95% etanol. Tidak
larut dalam lemak atau larutan-larutan lemak. Pada suhu biasa, tiamin
hidrokhlorid mengambil air dan membentuk suatu hidrat. Oleh karena itu zat yang
murni harus disimpan dan tertutup rapat, sebab jika tidak zat tersebut akan
bertambah berat. Bila thiamin hidrokhlorid diperlukan untuk larutan setandar,
zat tersebut perlu dikeringkan. Tiamin stabil pada 100oC selama 24 jam. Dapat
disterilkan pada 120oC dalam larutan encer kecuali jika pH di atas 5,5,
kemudian zat tersebut rusak cepat sekali. Analisis analitik untuk thiamin
dilakukan dengan cara oksidasi menjadi thiokhrom yang memperlihatkan fluorensi
biru khas dalam cahaya ultraviolet. Satu Satuan Internasional aktivitas vitamin
B1 seharga dengan lebih kurang 3 ug Kristal thiamin hidrokhlorid (satu gram
thiamin hidrokhlorid = 333.000 Satuan Internasional). Di Amerika Serikat
kebutuhan vitamin B1 dan vitamin B lainnya dinyatakan dalam milligram bahan
murni per kilogram ransum. Turunan hidroklorid jika ditambah NaOH dapat terjadi
degradasi menjadi tiokrom dan bias ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri.
Tiamin
atau vitamin B1 merupakan
kompleks molekul organik yang mengandung satu inti tiazol dan pirimidin. Tiamin
ditemukan terutama dalam biji-bijian dan dedaknya serta sejumlah kecil dalam
daging dan kacang-kacangan. Sayuran hijau, ikan, buah-buahan dan susu juga
mengandung tiamin dalam jumlah yang bermanfaat. Beras putih, gula, alkohol,
lemak, dan pangan yang sudah diolah adalah sumber-sumber tiamin yang miskin
(Hakim Nasution dan Darwin, 1991).
Fungsi dan pengaruh tiamin adalah
sebagai koenzim untuk beberapa reaksi inti sampai metabolisme antara dalam
semua sel. Usus halus mengabsorbsi tiamin melalui 2 mekanisme, pada konsentrasi
tinggi dan konsentrasi rendah. Bentuk koenzim tiamin berfungsi sebagai aldehida
transferase (Linder. 2007).
Defisiensi tiamin yang berat
menyebabkan penyakit beri-beri yang ditandai oleh neuropati permukaan/
periferi, terutama dalam beberapa anggota tubuh yang paling banyak digunakan,
diikuti oleh perasaan gatal, kaku, empuk dan kelemahan (Linder. 2007).
Kecukupan gizi yang dianjurkan sekarang ini untuk tiamin adalah 0,5 mg per 1000
kkal per hari (Hakim Nasution dan Darwin, 1991). Karena tiamin penting untuk
metabolisme energi, terutama karbohidrat, maka kebutuhan akan tiamin umumnya
sebanding dengan asupan kalori. Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal,
sedangkan AKG di Indonesia ialah 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi, 1,0 mg/hari untuk
orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil (Tanu, ian. 1999).
C.
Uraian
Tentang Spektrofotometri Ultaviolet dan Visibel (Mulja,
1990; Underwood, 1986 dan Blaschke, 1988)
1.
Definisi Spektrofotometri
Sebuah spektrofotometri adalah suatu
instrumen untuk mengatur absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang. Daerah pengukuran spektrofotometri UV adalah pada panjang gelombang
200-400 nm. Spektrofotometri UV disebut juga spektrum elektronik karena terjadi
hasil interaksi radiasi UV terhadap molekul yang mengakibatkan molekul tersebut
mengalami transisi elektronik. Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam
daerah UV tampak karena mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri,
yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang
dimana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat electron itu terikat
dalam molekul. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat,
dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk
eksistensinya.
Apabila cahaya dilewatkan pada suatu media
yang homogen adalah monokromator dengan intensitas cahaya yang datang (Io),
maka sebagian dari cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan
sebagian lagi diteruskan (It). Keadaan tersebut dapat ditulis.
Lo =
Ia + Ir + It
Hukum lembert Beer menggambarkan hubungan
antara jumlah cahaya yang diteruskan dari suatu larutan dengan konsentrasi
suatu konstituen yang menyerap cahaya tersebut, yaitu :
Log(Io/It) = A = a.b.c
Dimana
: Io = Intensitas cahaya yang masuk
It = Intensitas cahaya yang
keluar
A = Serapan
a = Absorsivitas
b = Panjang medium absorpsi
c. Kosentrasi zat terlarut
Hukum Bougner Beer menyatakan bahwa
intensitas cahaya monokromatikis yang diteruskan akan menurun secara
ekspononsial apabila konsentrasi senyawa yang mengabsorpsi naik secara aritmatika.
Baik spektrofotometer berkas tunggal
maupun berkas rangkap, dan intrumen yang beroprasi dalam berbagai daerah
spectrum, semuanya mempunyai komponen-komponen penting ini, meskipun rinciannya
sangat berlainan dalam beberapa hal.
a. Sumber
radiasi
Sumber energi radiasi yang dipakai
pada spektrofotometri adalah deuterium, lampu tungsten, serta lampu merkuri.
Lampu deuterium dapat dipakai pada daerah gelombnag 180 – 370 nm (daerah
ultraviolet dekat), karena pada rentang panjang gelombang tersebut. Lampu
deuterium memberikan gambaran energi radiasi yang lurus sedangkan panjang
gelombang 486 – 651,1 nm memberikan dua garis spectrum yang dapat dipakai untuk
mengecek kecepatan panjang gelombang pada spektrofotometer. Umur lampu
deuterium ± 500 jam pemakaian.
Lampu tungstein merupakan campuran dari
filament tungstein dan gas iodine (halogen), oleh sebab itu disebut lampu
“Tungstein-Iodin”. Lampu ini dipakai pada daerah pengukuran sinar tampak dengan
rentang panjang gelombang 390 – 900 nm, karena pada daerah ini lampu
tungstein-iodin ± 1000 jam pemakaian.
b. Monokromator
Merupakan
alat untuk mengisolasi suatu berkas radiasi yang menyeleksi panjang gelombang
yang diinginkan untuk pengukuran sampel. Alat ini juga berfungsi untuk
mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis. Monokromator
pada spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan :
1. Celah
masuk berperan penting dalam terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi
panjang gelombang.
2. Filter
berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan
merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih.
3. Prisma
berfungsi untuk mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya
didapatkan resolusi yang lebih baik dari radiasi polikromatis.
4. Kisi,
fungsinya sama seperti prisma, namun karena bentuk kisi adalah konkaf, maka
dapat memberikan resolusi radiasi yang lebih baik.
5. Celah
keluar, tempat keluarnya sinar monokromatik yang selanjutnya akan diteruskan
menuju sampel.
c. Sampel
kompartemen/kuvet
Kuvet atau sel adalah wadah untuk
menaruh sampel yang dianalisa. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam
yaitu kuvet permanen terbuat dari bahan gelas atau leburan silika dan kuvet
disposable untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari Teflon atau plastik.
Ditinjau dari bahan yang dipakai
membuat kuvet ada dua macam yaitu kuvet dari leburan silika (kursa) dan kuvet
dari gelas. Kuvet dari leburan silika dapat dipakai untuk analisis kuantitatif
pada daerah pengukuran 580 – 1100 nm, karena bahan dari gelas mengabsorpsi
radiasi UV. Pada prinsipnya spektrofotometer selalu ditempatkan diruangan yang
bersih dan terhindar dari radiasi sinar matahari secara langsung.
d. Detektor
Merupakan bagian yang mengubah daya
radiasi menjadi isyarat listrik. Detektor merupakan salah satu bagian dari
spektrofotometri yang penting. Oleh sebab itu kualitas detektor akan menentukan
kualitas dari spektrofotometri. Fungsi detektor ini adalah mengubah signal
elektronik. Beberapa pustaka memberikan persyaratan tentang kualitas dan fungsi
detektor didalam spektrofotometri antara lain :
1. Detektor
harus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima, tetapi
harus memberikan “Noise” yang sangat minimum.
2. Detektor
harus mempunyai kemampuan untuk memberikan respon terhadap radiasi pada daerah
panjang gelombang yang lebar (UV-Vis).
3. Detektor
harus memberikan respon terhadap radiasi dalam waktu yang bersamaan.
4. Detektor harus memberikan jaminan terhadap
respon kuantitatif dan signal radiasi yang diterima.
5. Signal
elektronik yang ditransfer oleh detektor harus dapat diaplikasikan oleh penguat
(amplifer) ke recorder.
e. Penguat
dan pembaca
Merupakan rangkaian yang membuat
isyarat yang cocok untuk diamati dan sistem pembacaan yang menunjukkan besarnya
isyarat listrik. Amplifier merupakan suatu tahanan beban besar yang dihubungkan
dengan detektor secara seri. Arus bolak balik yang dihasilkan detektor akan
diperkuat oleh amplifier dengan tahanan pemasukan yang tinggi, dimana voltase
pada tahanan beban yang digunakan untuk mengendalikan suatu rangkaian yang
menarik tenaganya dari suatu sumber bebas dan mempunyai tenaga cukup besar
untuk menjalankan peralatan pembacaan sehingga akan diperoleh hasil yang dapat
terbaca pada alat pembaca (Gandjar, I.G, 2009).
Spektrofotometer UV-Vis berdasarkan
system optic dibedakan menjadi :
1. System
optic radiasi berkas tunggal, keuntungannya adalah lebih cepat dan teliti.
2. System
optic radiasi berkas ganda, keuntungannya adalah pengukuran yang dilakukan
tidak akan terpengaruh penurunan intensitas radiasi dari sumber radiasi semula.
3. System
optic radiasi berkas terpisah, perinsipnya sama dengan optic berkas tunggal
hannya saja peralatan optiknya lebih rumit.
2. Tahapan
Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak (Visibel)
a. Pemilihan
Pelarut
Pelarut yang digunakan pada
spektrofotometer Ultraviolet dan Tampak (Visibel) harus memenuhi persyaratan
yaitu tidak mengabsorbsi radiasi pada panjang gelombang pengukuran sampel. Oleh
sebab itu, pelarut harus memenuhi persyaratan :
1. Tidak
mengandung system terkonjugasi pada setruktur molekulnya atau tidak berwarna.
2. Tidak
berinteraksi dengan molekul senyawa yang diukur.
3. Harus
mempunyai kemurnian yang tinggi. (Riyadi, 2009)
b. Pemilihan
Panjang Gelombang
Pengukuran absorbsi pada analisis
kuantitatif dengan metode spektrofotometri baik zat tunggal maupun zat campur
pada prinsipnya harus dilakukan pada panjang gelombang maksimum (λ maks).
Alasan dilakukan pengukuran absorpsi pada panjang gelombang maksimum adalah :
1. Perubahan
absorpsi untuk satiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang
gelombang maksimum, sehingga pada panjang gelombang maksimal akan diperoleh
kepekaan analisis yang maksimal.
2. Disekitar
panjang gelombang maksimal, bentuk kurva serapannya adalah datar, sehingga
hukum Lambert – Beer akan dipenuhi dengan baik.
3. Panjang
gelombang dapat dicari dengan membuat kurva serapan dengan berbagai panjang
gelombang pada sistem koordinat Cartesian pada konsentrasi yang tetap. Panjang
gelombang masimum adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimal.
3. Penetapan
Kadar dengan Spektrofotometri
Cara menetapkan kadar zat tunggal
dengan metode spektrofotometri :
a.
Membandingkan serapan atau transmisi zat yang
dianalisis dengan zat murni. Dalam hal ini dilakukan pengukuran serapan zat (Ax)
dan serapan zat standar (As), pada panjang gelombang yang sama
yaitu λ maks,
sehingga kadar zat X sebagai :
b.
Dengan membuat kurva baku dibuat pada system
koordinat cartesien dimana sebagai absis adalah konsentrasi zat standar, dan
sebagai ordinat adalah serapannya. Pengamatan serapan dilakukan pada λ maks.
c.
Dengan memakai system ekstingsi spesifik (
1cm). Cara ini sebagai
salah satu usaha analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode
spektrofotometri yang dalam hal ini tidak mempunyai zat standar. Dengan jalan
membandigkan (
1cm) dari zat yang tertera
dalam pustaka, maka kadar tersebuat akan cepat diketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar